Rabu, Juni 03, 2009

Kajian Kurikulum dan Implementasi Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di SD

I. PENDAHULUAN`

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat serta globalisasi yang dewasa ini terjadi berdampak positif dan negatif terhadap kehidupan masyarakat, baik kehidupan individu maupun sosial kemasyarakatan. Dampak positif dari perkembangan iptek dan globalisasi tersebut adalah terbukanya peluang pasar kerja sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan negara. Sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya perubahan nilai dan norma kehidupan yang seringkali kontradiksi dengan norma dan nilai kehidupan yang telah ada di masyarakat. Dalam konteks inilah pendidikan, khususnya pendidikan dasar, berperan sangat penting untuk memelihara dan melindungi norma dan nilai kehidupan positif yang telah ada di masyarakat suatu negara dari pengaruh negatif perkembangan iptek dan globalisasi. Proses pendidikan yang benar dan bermutu akan memberikan bekal dan kekuatan untuk memelihara ”jatidiri” dari pengaruh negatif globalisasi, bukan hanya untuk kepentingan individu peserta didik, tetapi juga untuk kepentingan kehidupan masyarakat dan negara yang lebih baik. Oleh karena proses pendidikan itu terjadi di masyarakat, dengan menggunakan berbagai sumber daya masyarakat dan untuk masyarakat, maka pendidikan dituntut untuk mampu memperhitungkan dan melakukan antisipasi terhadap kebutuhan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, ekonomi, politik, dan kenegaraan secara simultan. Pengembangan pendidikan untuk kepentingan masa depan bangsa dan negara yang lebih baik perlu dirancang secara terpadu sejalan dengan aspek-aspek tersebut di atas, sehingga pendidikan merupakan wahana pengembangan sumber daya manusia yang mampu menjadi ”subyek” pengembangan iptek dan globalisasi. Selain itu, pengembangan pendidikan secara mikro harus selalu memperhitungkan individualitas atau karakteristik perbedaan antar individu peserta didik pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Dengan demikian, kerangka acuan pemikiran dalam penataan dan pengembangan kurikulum pendidikan dasar harus mampu mengakomodasi berbagai pandangan tentang esensi dan fungsi pendidikan dasar secara selektif, sehingga terdapat keterpaduan dalam pemahaman terhadap pendidikan dasar. Dengan pemahaman yang sinergis terhadap esensi dan fungsi pendidikan dasar tersebut, diharapkan masa depan pendidikan dasar di Indonesia akan lebih efektif dan lebih bermutu dalam penataannya, sehingga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif.

B. LANDASAN YURIDIS

  1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab XVI pasal 57, 58, 59 dan Bab XIX pasal 66.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab XI pasal 73, 74, 75, 76, 77 dan Bab XII pasal 78, 83.
  3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
  4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan pasal 4, 7

C. TUJUAN

Tujuan penyusunan naskah akademik Kajian Kebijakan Kurikulum TIK SD adalah:

  1. Memberikan pedoman yang dapat dijadikan sebagai kerangka acuan bagi pengembang kurikulum TIK di SD.
  2. Memberikan wawasan, pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya pendidikan TIK di SD.
  3. Memberikan acuan dasar dalam pelaksanaan pendidikan TIK di SD.

II. LANDASAN TEORI

A. PENDIDIKAN DASAR: ESENSI DAN KARAKTERISTIKNYA

Peningkatan kualitas penyelenggaraan sistem pendidikan dasar di masa depan memerlukan berbagai input pandangan, antara lain: gagasan tentang pendidikan dasar masa depan. Sehubungan dengan pendidikan dasar masa depan tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui UNESCO telah membentuk sebuah Komisi Internasional tentang Pendidikan untuk Abad XXI (The International Commision on Education for the Twenty-First Century), yang diketuai oleh Jacques Delors. Komisi melaporkan hasil karyanya dengan judul Learning: The Treasure Within (1996). Komisi memusatkan pembahasannya pada satu pertanyaan pokok dan menyeluruh, yaitu: jenis pendidikan apakah yang diperlukan untuk masyarakat masa depan?. Rekomendasi dan gagasan Komisi tersebut tentang pendidikan masa depan, khususnya pendidikan dasar merupakan salah satu input yang dapat dijadikan pertimbangan dalam peningkatan kualitas pendidikan dasar di Indonesia.

Komisi Pendidikan untuk Abad ke 21 melihat bahwa pendidikan dasar masa depan merupakan sebuah “paspor” untuk hidup. Pendidikan dasar untuk anak dikonsepsikan sebagai pendidikan awal untuk setiap anak (formal atau nonformal) yang pada prinsipnya berlangsung dari dari usia sekitar 3 (tiga) tahun sampai dengan sekurangkurangnya berusia 12 sampai 15 tahun. Pendidikan dasar sebagai sebuah “paspor” yang sangat diperlukan individu untuk hidup dan mampu memilih apa yang mereka lakukan, mengambil bagian dalam pembangunan masyarakat masa depan secara kolektif, dan terus menerus belajar (Delors, 1996). Dengan demikian, pendidikan dasar memberikan sebuah surat jalan yang sangat penting bagi setiap orang, tanpa kecuali untuk memasuki kehidupan dalam masyarakat setempat, dan masyarakat dunia, termasuk di dalamnya lembaga satuan pendidikan. Pendidikan dasar sangat berkaitan dengan kesamaan hak untuk memperoleh kesempatan pendidikan yang layak dan bermutu. Oleh karena itu, pendidikan dasar sangat erat dengan hak azasi manusia. Hal ini sejalan dengan Deklarasi Beijing tentang Perempuan dan Pendidikan, antara lain menyatakan sebagai berikut:

Pendidikan adalah hak azasi manusia dan sebuah alat yang pokok untuk mencapai tujuan memperoleh kesamaan, perkembangan, dan perdamaian. Pendidikan yang tidak diskriminatif memberikan keuntungan baik bagi anak-anak perempuan maupun anak laki-laki, dan dengan demikian pada akhirnya membantu untuk mencapai hubungan yang mempunyai kesamaan yang lebih besar antara perempuan dengan laki-laki. Kesamaan dalam kemudahan mendapatkan dan mencapai mutu pendidikan adalah perlu apabila lebih banyak perempuan harus menjadi agen perubahan. Perempuan yang melek huruf merupakan sebuah kunci penting untuk meningkatkan kesehatan, gizi, dan pendidikan dalam keluarga dan untuk memberdayakan perempuan untuk berpatisipasi dalam pengambilan keputusan dalam masyarakat. Investasi dalam pendidikan formal dan nonformal serta latihan bagi para gadis dan perempuan, dengan hasil sosial dan ekonomi yang sangat tinggi, telah terbukti menjadi salah satu cara pencapaian perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang dapat diandalkan.

Pada tahap awal, pendidikan dasar berusaha mengecilkan berbagai perbedaan yang alam dari berbagai kelompok masyarakat, seperti: perempuan, penduduk pedesaan, orang miskin di kota, minoritas etnik yang bersifat marginal, dan beribu-ribu anak yang tidak bersekolah dan bekerja. Pendidikan dasar dalam waktu yang sama bersifat universal dan spesifik. Pendidikan dasar harus memberikan hal umum yang mempersatukan semua manusia, sedangkan dalam waktu yang sama harus berkenaan dengan tantangan khusus dari setiap kelompok peserta didik yang sangat berbeda. Agar pendidikan dasar dapat terhindar dari pemisahan “kualitas pendidikan” yang dewasa ini membagi dunia menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu: a) kelompok Negara industri dengan tingkat pendidikan yang tinggi serta pengetahuan dan keterampilan yang tersedia, dan b) kelompok negara sedang berkembang dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah, maka pendidikan dasar yang bermutu tinggi diperlukan untuk mengurangi perbedaan kualitas pengetahuan masyarakat di negara-negara berkembang agar terhindar dari ”gap” kualitas pendidikan. Dengan mendefinisikan keterampilan kognitif dan efektif yang perlu dikembangkan, serta sosok pengetahuan yang harus dimiliki peserta didik melalui pendidikan dasar, maka mungkin para ahli pendidikan dapat memberikan jaminan bahwa semua anak usia pendidikan dasar, baik yang ada di negara industri maupun di negara berkembang dapat mencapai tingkat kemampuan minimal dalam bidang-bidang keterampilan kognitif yang diperlukan dalam kehidupan mereka. Dalam hubungan ini, Komisi Pendidikan untuk Abad 21 mengutip Deklarasi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua (Education for All, Pasal 1 Ayat (1)), sebagai berikut: Setiap orang – anak, remaja, orang dewasa – akan dapat memperoleh keuntungan dari kesempatan pendidikan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan belajar yang pokok. Keuntungan ini terdiri atas alat belajar yang pokok (seperti: melek huruf, ekspresi lisan, berhitung, dan pemecahan masalah) dan isi belajar yang pokok (seperti: pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap) yang diperlukan oleh manusia untuk dapat bertahan hidup, mengembangkan kemampuan mereka secara penuh, hidup dan bekerja dengan bermartabat, berpatisipasi secara penuh dalam pembangunan, meningkatkan mutu kehidupan mereka, membuat keputusan yang terinformasi, dan terus menerus belajar. Dewasa ini, ada kecenderungan bahwa program pendidikan dasar yang bermutu hanya diorientasikan untuk orang dan kelompok tertentu, terutama pada institusi pendidikan yang diklaim oleh masyarakat sebagai lembaga pendidikan dasar “favorit”. Pada lembaga persekolahan ini tidak cukup ruang bagi kelompok lain untuk mengakses pendidikan tersebut. Apabila dibiarkan, maka kondisi ini dapat berdampak pada perlakuan yang diskriminatif terhadap anak bangsa. Di samping itu masih banyak anak usia sekolah dasar yang belum terjangkau oleh program pendidikan dasar. Atau kalaupun sekolah tersedia dalam jarak yang terjangkau, kendala-kendala psikologis dan budaya masih menghalangi mereka untuk memasuki sekolah. Untuk memecahkan masalah ini, perlu diakomodasi ide-ide “pendidikan untuk semua” yang antara lain membuat kesempatan bagi semua siswa untuk mengakses pendidikan dasar dimanapun dan kapanpun. Disamping itu, perlu diciptakan suasana belajar yang dapat mengakomodasi kebutuhan anak dari berbagai strata dan latar belakang sosial dan budaya.

Untuk mencapai sasaran pendidikan dasar yang bermutu, selama ini masih banyak tergantung pada lembaga pendidikan formal yang konvensional atau sejumlah lembaga pendidikan non formal, baik yang langsung di bawah tanggung jawab pemerintah maupun swasta. Padahal untuk menjangkau semua peserta didik, kemampuan lembaga tersebut terbatas mengingat beragamnya kondisi geografis dan budaya masyarakat Indonesia. Untuk itu, dalam rangka penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan untuk membelajarkan lebih banyak warga negara, perlu diupayakan pemberdayaan dan pendayagunaan berbagai institusi kemasyarakatan untuk menjadi wahana pendidikan dan pembelajaran program pendidikan dasar 9 tahun.

B. KAJIAN TEORI BELAJAR

Salah teori pembelajaran yang menjadi dasar pembelajaran TIK di SD adalah teori perkembangan kognitif. Teori perkembangan kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata, skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:

  • Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
  • Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
  • Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
  • Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

1. Periode sensorimotor

Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:

  • Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
  • Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
  • Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
  • Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
  • Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
  • Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.

2. Tahapan praoperasional

Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.

Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

3. Tahapan operasional konkrit

Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:

· Pengurutan, kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.

· Klasifikasi, kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)

· Decentering, anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.

· Reversibility, anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.

· Konservasi, memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.

· Penghilangan sifat Egosentrisme, kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

4. Tahapan operasional formal

Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

Informasi Umum Mengenai Tahapan-Tahapan

Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  • Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
  • Universal (tidak terkait budaya)
  • Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
  • Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
  • Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
  • Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif

Proses Perkembangan

Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini.

Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.

Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.

Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.

Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.

Berdasarkan kajian teori belajar di atas maka siswa SD, perkembangan masuk ke periode praoperasional (usia 2–7 tahun) dan Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun), oleh karena itu kira pembelajaran TIK di SD harus disesuaikan dengan dua tahap perkembangan tersebut.

III. KAJIAN KURIKULUM DAN IMPLEMENTASI TIK SD

A. HASIL KAJIAN KURIKULUM TIK SD

1. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum

Berdasarkan analisis terhadap dokumen kerangka dasar dan struktur kurikulum SD/MI ditemukan beberapa kompetensi yang kurang sesuai dengan karakteristik dan perkembangan psikologis anak usia SD/MI, antara lain :

  1. Pada kurikulum kelas 1 semester 2 sebaiknya SK: 4. Menggunakan perangkat lunak pengolah gambar, KD: Menggunakan ikon menggambar jangan dulu berikan.
  2. Dalam kelompok mata pelajaran Estetika tertulis: ”kelompok mata pelajaran Estetika dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, ... ”. Penggunaan kata meningkatkan sensivitas tidak tepat karena anak usia SD/MI belum memiliki dasar-dasar sensitivitas dst. Sebaiknya kata meningkatkan diganti dengan kata menumbuhkembangkan sensitivitas dst.
  3. Dalam kelompok mata pelajaran Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan tertulis: ”kelompok mata pelajaran Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik peserta didik ...”. Penggunaan kata meningkatkan tidak tepat karena anak usia SD/MI/SDLB sedang dalam proses mengembangkan potensi fisiknya. Sebaiknya kata meningkatkan diganti dengan menumbuh-kembangkan potensi fisik peserta didik...

2. Struktur Kurikulum

Berdasarkan analisis terhadap dokumen kerangka dasar dan struktur kurikulum SD/MI ditemukan ketentuan yaitu: ”Pembelajaran TIK pada kelas I s.d III dilaksanakan melalui pendekatan tematik sedangkan pada kelas IV s.d VI dilaksanakan melalui pendekatan praktik.” Kelas III merupakan awal untuk pelaksanaan pendekatan mata pelajaran di kelas IV, maka pelaksanaan pembelajaran tematik di kelas III lebih diorientasikan kepada penguatan dasar dasar mata pelajaran sebagai persiapan untuk pendekatan mata pelajaran secara utuh di kelas IV. Hal ini dimungkinkan karena materi pokok bahan ajar kelas III sudah lebih tinggi untuk dikembangkan melalui tematik.

3. Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum TIK pada kelas IV s.d VI dialokasikan 2 jam pelajaran per minggu walaupun diberi tanda bintang (*). Apabila diberikan alokasi jam pelajaran meskipun sifatnya pilihan akan membingungkan guru dan sekolah, karena seolah-olah perlu dijadwalkan sesuai dengan stuktur kurikulum. Pelaksanaan TIK mengalami kendala sehubungan dengan belum tersedianya guru TIK di SD/MI.

B. HASIL KAJIAN LAPANGAN IMPLEMENTASI TIK SD

1. Profil SD PARAMOUNT Palembang

Sekolah Dasar Paramount Palembang adalah salah satu lembaga pendidikan tingkat dasar yang berdomisili di Jalan M.P. Mangkunegara No. 16-20 Palembang. SD Paramount Palembang didirikan oleh sebuah unsur masyarakat (swasta) dan dikelola oleh sebuah lembaga yang bernama Yayasan Harapan Bangsa Sriwijaya Palembang yang salah satu tujuannya adalah untuk turut berperan serta meningkatkan mutu pendidikan dasar khususnya di Kota Palembang. SD Paramount Palembang didirikan pada tahun 2000, relatif baru, dan telah 3 (tiga) kali meluluskan siswanya untuk melanjutkan ke jenjang SMP. Struktur organisasi SD Paramount Palembang antara lain, dipimpin oleh seorang kepala sekolah, 35 orang tenaga pendidik (guru) dan 5 (lima) orang tenaga administrasi, 15 (limabelas) helper dan 270 (dua ratus tujuh puluh) orang siswa yang terdiri atas kelas 1 sampai dengan kelas 6. Seluruh tenaga pendidik dan tenaga administrasi adalah diangkat sepenuhnya oleh Yayasan Harapan Bangsa Sriwijaya. SD Paramount Palembang dalam aktifitasnya telah melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan peraturan pemerintah, di bawah pengawasan dan pembinaan Kantor Cabang Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kecamatan Kalidoni Palembang. Adapun keadaan infrastruktur sekolah antara lain; memiliki 17 (tujuh belas) ruang belajar, 4 (empat) ruang kantor, 1 (satu) ruang praktikum komputer, 1 (satu) ruang serba guna, 1 (satu) ruang seni dan kreasi 1 (satu) pos keamanan. 1(satu ) ruang perpustakaan, 1 (satu) ruang makan, 1 (satu) ruang kantin, kolam renang, lapangan futsal, lapangan basket,

2. Aktifitas Pembelajaran TIK di SD Paramount Palembang

SD Paramount Palembang dalam pembelajarannya telah menggunakan kurikulum berbasis kompetensi sejak tahun 2005 dan telah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, sebagaimana yang diamanatkan oleh pemerintah. Di samping itu juga, SD Paramount Palembang mengadopsi kurikulum internasional serta tergabung dalam Association of A National Plus School bertaraf Internasional. Berdasarkan pengamatan pembelajaran TIK di SD Paramount diberikan selam dua jam pelajaran dan juga diberikan pada ekstrakurikuler yang dilakukan setelah jam pelajaran sekolah selesai. Perekrutan terhadap guru dilakukan dengan cukup ketat dengan melalui beberapa tes baik itu tes secara kemampuan dan tes secara psikologi. Berdasarkan pengamatan, program pembelajaran TIK yang diberikan bertahap sesuai dengan umur dan kemampuan masing-masing siswa, serta ditunjang dengan sarana prasarana yang cukup memadai seperti ruang kelas yang dilengkapi dengan pendingin ruangan, pencahayaan yang baik, ruangan kelas yang bersih dan juga didukung dengan peralatan komputer yang cukup canggih terdiri dari 13 komputer Pentium 4 dan 10 komputer dual core serta dilengkapi dengan LCD infocus dan jaringan internet unlimited acces (tanpa batas). Sumber daya manusia yaitu guru juga didukung kemampuan mengajar dan kemampuan menguasai peralatan computer dan jaringan yang baik serta didukung dengan media belajar yang cukup baik dan kompeten sehingga dapat membantu dalam kegiatan belajar mengajar dan siswa dapat memahami dengan lebih cepat dan baik. Dukungan yang diberikan orang tua juga sangat membantu karena mereka memfasilitasi masing-masing siswa dengan peralatan yang dapat dimanfaatkan siswa secara optimal, misalnya siswa disiapkan perangkat komputer lengkap dengan printernya, flash disc, CD.

Berdasarkan hasil observasi, bahwa keunggulan yang diperoleh oleh siswa SD Paramount Palembang dengan dilaksanakannya program TIK tersebut adalah mereka memperoleh suatu pengetahuan, ketrampilan dan sikap penguasaan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi yang dapat menambah kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhannya, terutama untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil pekerjaan yang didapatkan dari kegiatan TIK diantaranya diapresiasi pengelola sekolah dengan ditampilkan di Mading (majalah dinding). Disamping itu ada beberapa kelemahan pada kegiatan TIK di SD Paramount Palembang, antara lain; adanya beberapa siswa yang kurang memperhatikan materi pelajaran yang lain, terutama pada saat mereka sedang ber-internet.

Program pembelajaran TIK di SD Paramount Palembang sudah dilaksanakan pada tahun ajaran 2000-2001 (sejak sekolah ini beroperasi untuk pertama kalinya). Sementara itu, silabus yang digunakan pada pembelajaran TIK sudah memenuhi standar untuk anak-anak seusia sekolah dasar, bahkan ada beberapa siswa yang telah memiliki kemampuan di atas rata-rata siswa yang lainnya, yaitu disamping telah menguasai beberapa program dasar (word, excel) mereka juga sudah dapat berinternet dan ber-facebook. Kegiatan pembelajaran TIK di SD Paramount Palembang dimulai sejak kelas 1 (satu) sampai dengan kelas 6 (enam). Jadual belajar rata-rata 2 (dua) jam perminggu yang disusun secara bergantian, tempat pembelajaran adalah diruang belajar khusus.

3. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum

Berdasarkan analisis terhadap hasil temuan lapangan dalam implementasi TIK, ditemukan beberapa aspek yang menjadi kendala pelaksanaannya secara efektif. Kendala-kendala tersebut sebagai berikut:

  1. Pelaksaaan mata pelajaran TIK di Sekolah-sekolah (SD/MI) pada umumnya tidak memiliki guru khusus untuk pelajaran tersebut, sehingga pelaksanaan pelajaran TIK kurang memenuhi tuntutan kurikulum, Sebaiknya pelaksanaan mata pelajaran TIK di SD/MI dilakukan oleh guru-guru yang memiliki kualifikasi keahlian bidang tersebut.
  2. Pelaksanaan mata pelajaran TIK dalam struktur kurikulum SD/MI, mata pelajaran TIK hanya dialokasikan 2 jam pelajaran per minggu, padahal konten TIK membutuhkan jumlah jam lebih banyak untuk mengakomodasi pembelajaran. Sebaiknya jumlah alokasi jam pelajaran untuk TIK ditambah menjadi minimal 4 jam pelajaran per minggu.
  3. Pelaksanaan Pembelajaran TIK di kelas I s.d III tidak berjalan sesuai dengan ketentuan kurikulum, karena guru-guru mengalami kesulitan dalam menyusun silabus sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang ditetapkan dalam kurikulum. Selain itu guru-guru mengalami kesulitan dalam mengalokasikan waktu yang harus dipergunakan dalam seminggu, karena tidak ada ketentuan alokasi waktu untuk setiap tema yang ditetapkan. Hal ini disebabkan guru-guru belum memahami esensi dan praktek pembelajaran TIK. Mereka umumnya belum mendapat pelatihan yang cukup memadai dalam pelaksanaan pembelajaran TIK. Sebaiknya guru kelas I s.d III mendapat pelatihan khusus dalam “pola in house training” secara menyeluruh sebagai pembekalan teknis untuk melaksanakan pembelajaran TIK sesuai dengan ketentuan Standar Isi.
  4. Secara umum pelaksanaan pembelajaran TIK di SD mengalami kesulitan karena kurang tersedianya sarana dan prasarana pelajaran TIK itu sendiri, seperti buku-buku referensi baik untuk guru maupun bagi siswa, komputer sebagai sesuatu yang harus ada terkadang juga tidak dimiliki sekolah dan kalaupun ada terkendalanya akibat ketikdaktersediannya jaringan listrik bagi sekolah tersebut, tetapi khusus di SD Paramount Palembang hal itu sudah dapat diatasi.

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis terhadap temuan kajian kurikulum dan implementasi TIK SD yang dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan :

1). Dari segi kurikulum, khususnya yang terkait dengan kerangka dasar dan struktur kurikulum serta beban belajar masih memiliki kelemahan terutama dari segi kontennya. 2). Dilihat dari pelaksanaannya, masih ditemukan berbagai kendala terutama mengenai pelaksanaan pembelajaran TIK, yaitu:

  1. Indikator penilaian pengembangan diri dan sistem penilaiannya.
  2. Kurangnya alokasi waktu yang diberikan untuk mata pelajaran TIK.
  3. Kurangnya guru yang berlatar belakang TIK.
  4. Kurangnya sarana dan prasarana pembelajaran TIK.

B. REKOMENDASI

Rekomendasi dalam laporan hasil kajian ini mencakup untuk kepentingan jangka pendek dan jangka panjang.

Rekomendasi Jangka Pendek disampaikan sebagai berikut:

1. Perlu ada diversifikasi penggunaan kalimat atau kata dalam menetapkan cakupan kompetensi mata pelajaran TIK untuk jenjang SD.

2. Perlu diberikan panduan pelaksanaan teknis operasional yang lebih spesifik tentang konsep pengembangan TIK dan sistem penilaiannya.

3. Perlu disediakan guru khusus untuk mata pelajaran TIK.

4. Perlu adanya pelatihan khusus pembelajaran TIK untuk guru SD/MI yang mengajar di kelas I-III.

5. Perlu pengembangan SK dan KD untuk kelas I-III SD/MI sesuai dengan tema yang ditetapkan untuk masing-masing tingkatan kelas. Perlu penambahan jam belajar untuk mata pelajaran TIK.

6. Perlu penambahan jam belajar untuk mata pelajaran TIK.

7. Perlu pengadaan sarana dan prasarana pembelajaran TIK untuk SD khususnya komputer, jaringan listrik sekolah ataupun buku-buku referensi.

Rekomendasi jangka panjang disampaikan sebagai berikut :

1. Penyusunan kurikulum SD/MI masa depan harus lebih disesuaikan dengan struktur ilmu pendidikan (pedagogik) dan perkembangan psikologis siswa.

2. Standar kompetensi dan Kompetensi Dasar bagi anak SD/MI perlu lebih ditekankan pada tahap pengenalan dan menumbuh-kembangkan dasar-dasar kompetensi yang diperlukan sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis usia peserta didik.

REFERENSI

Argyris, Chris. (1999). On Learning Organization, UK: Blackwell Published.

Bredekamp, Sue dan Rosegrant, Teresa (eds). (1992). Reaching Potentials: Appropriate Curriculum and Assessment for Young Children, Vol. 1. Washington DC: National Association for the Education of Young Children.

Cohen, Dorothy. (1994). Designing Groupwork: Strategies for the Heterogeneous Classroom. New York: Teachers College Press.

Delors, Jacques. (1996). “Learning”: The Treasure Within, Report to UNESCO of the International Commission on Education for the Twenty-First Century. Paris: UNESCO Publishing

Depdiknas. (2006). Rencana Strategis Pendidikan Nasional: Konferensi Nasiona Revitalisasi Pendidikan. Jakarta: Depdiknas

Duke, Nell, K. (2003). Information Books in Early Childhood. NAEYC

Dunn, Loraine & Kantos, Susan. (1997). Developmentally Appropriate Practice: What Does Research Tell Us? ERIC Digest. ED413106

Dockett, Sue & Perry, Bob. (2002). Starting School: Effective Transitions. ECRP Freeman, Nancy., Feeney, Stpehannie., Moravick, Eva. (2003). Ethics and the Childhood Teacher Educator. NAEYC, May.

Fogarty, Robin. (1991). The Mindful School: How to Integrated the Curricula. Palatine, IL: Skylight Publishing.

Isjoni. (2006). Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Katz, Lilian. G. (1993). Multiple Perspectives on the Quality of Early Chilhood Programs. ERIC Digest. ED355041

Langford, David P. dan Cleary, Barbara A. (1996). Orchestrating Learning with Quality. Kualalumpur: Synergy Books International

Marquardt, Michael dan Angus Reynolds. (1994). Global Learning Organization: Gaining Competitive Advantage Through Continuous Learning, New York: Irwin Professional Publishing

NAEYC. (2003). Early Chilhood Curriculum, Assessment, and Program Evaluation. NAEYC. November

National Association of Elementary School Principals. (1994). Standards for Quality Elementary and Middle Schools: Kindergarten through Eightd Grade. Alexandria,

VA NAESP, 1-800-38 NAESP Newsweek. “Liberation of Learning” Page 72 November 21, 2005

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan 23 Tahun 2006

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Porter, Michael E. (2004). Competitive Strategy. New York: Free Press

Sallis, Edward. (1993). Total Quality Management in Education, New Jersey: Englewood Cliffs: Prentice Hall Inc.

Stainback S. dan Stainback W. (1992). Curriculum Considerations in Inclusive Classroom: Facilitating Learning for All Students. Baltimore: Paul Brookes.

Stamatis, D.H. (1997). Total Quality Service. New Delhi: Vanity Books International, Ltd.

Udin S.Saud (2007). “Kurikulum Pendidikan Dasar Masa Depan”. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Kurikulum Pendidikan Masa Depan, diselenggarakan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Diknas. Bogor, Maret 2007. Udin S.Saud (2007). “Problematika Keberlangsungan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar”. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Dasar, diselenggarakan oleh FKIP Universitas Riau, Pekanbaru, 12-13 April 2007.

Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


Lampiran-Lampiran :

Bahan Presentasi (1) dan (2)

Silabus TIK SD Kelas 1

Silabus TIK SD Kelas 2

Silabus TIK SD Kelas 3

Silabus TIK SD Kelas 4

Silabus TIK SD Kelas 5

Silabus TIK SD Kelas 6




1 komentar:

  1. Wah, keren juga ya. Soalnyo belum ada sekolah tingkat dasar yang semaju ini. Ok lah, sebagai acuhan buat kami. Dan salam buat Miss Yulia Astuti, S.Pd.I ( Cucu tercinta Gf )

    BalasHapus